*My Fans, My Own*

Ia memainkan kakinya dibawah gelayutan ayunan seolah tak peduli dengan beberapa orang yang juga turut menikmati taman sore itu, anak-anak yang tengah asyik bermain-main, sepasang remaja yang tengah berpacaran, bahkan yang lanjut usiapun tak absen di moment sore itu, namun Nadia masih berkutat dengan buku didepannya. Lama ia mematung, kacamata hitam yang senantiasa menggantung dihidung mancung makin membuatnya terlihat manis.
"Hey...ngapain??" Terdengar sang seseorang mulai menegurnya.
"Berenang" Nadia menjawab datar, orang yang menegurnyapun sontak tertawa mendengar kata datar cewek yang kebanyakan dianggap kutu buku dengan orang-orang sekitar.
Nadia menutup bukunya dengan sedikit geram, menatap siapa orang yang berani menggangu santai sorenya kali ini
"Gak liat gue pegang buku?? Pake nanya lagi, lu kalo moo moto jauh-jauh deh dari gue, suara camera lo bisa mecahin konsentrasi gue" tutur Nadia panjang lebar.
'Ebuseeett...ni cewe pedes amat, hot!!' Batin Yoga, cowok potographer yang akhir-akhir ini juga ikut meramaikan suasana sore di taman, dan pemandangan Nadia dengan bukunya setiap sore cukup menyita perhatiannya.
"Ehh..baideway, lo gak suka yaa di foto?? Padahal lo kan cakep" Setelah diusir mentah-mentah, bukannya menyingkir, Yoga malah duduk di ayunan sebelah Nadia, Yoga justru tertarik dengan sikap dingin Nadia.
"Nggak" singkat Nadia menjawab tanpa berpaling dari bacaannya.
"Kenapa?" Yoga semakin penasaran.
"Ya suka-suka gue dong, muka-muka gue. Dan 1 hal yang mesti lo tau, sore ini, lo ganggu gue banget" Nadia beranjak meninggalkan Yoga, yang bukan malah marah atau geram, Yoga malah cengar cengir.

***

Lama Nadia mematung di cermin, di tatapnya pantulan cermin, puluhan kamera yang berjejer rapi, yahh Nadia bisa di bilang mantan photographer handal yang pernah menjadi cover di salah satu majalah ternama ibu kota, hasil karyanya pun selalu mendapat pujian dari banyak kalangan, namun ia memilih berhenti dari karirnya sejak sebuah kecelakaan merenggut nyawa adik kandungnya, karena keteledorannya, karna larutnya ia dalam dunia photography, ia lalai dalam kewajibannya sebagai seorang kakak untuk mengurus adiknya, di tatapnya pantulan beberapa kamera dari cerminnya, benda yang sudah hampir setahun tak pernah ia gunakan lagi. Kembali ia menatap wajahnya, kacamata yang menggantung dihidungnya setahun belakangan ini hanya pengalihan hobbynya, buku-buku yang hampir setiap sore di bacanya di taman kota juga adalah pengalihan hobbynya, selama ini Nadia selalu berusaha keras melupakan hobby photographernya, berharap dengan begitu, ia bisa menebus kesalahan fatalnya.

***

Jepreeett...klikk..
Berbagai macam bunyi aneh mengawali kegiatan Nadia sore ini, cowok yang tempo hari iseng mengganggunya, kini hadir lebih awal dan duduk persis di tempat Nadia tempo hari.
"Lo ngapain disini?" Tanya Nadia polos.
Sang photographer pun berbalik, menengok sebentar siapa gadis yang menegurnya sore ini
"Hey...ketemu lagi dong kita" Yoga semangat menyambut Nadia, ia mengangkat tangannya seolah mengajak High-Five namun tak mendapat sambutan baik dari Nadia
"Gak usah sok akrab" Nadia melengos, mengambil tempat duduk di ayunan kosong sebelah Yoga.
"Eh..baideway, kita belom kenalan, Yoga" Yoga kembali mengulurkan tangan.
"Nadia" sementara Nadia malah hanya menjawab tanpa menyambut tangan dari Yoga ataupun melihat Yoga sebentar, ia mulai fokus dengan bacaannya, membuat Yoga sedikit salah tingkah.
"Kata nenek gua, kita kalo di ajak omong tuh, kita harus sambil liat lawan bicara kita" Yoga mengoceh, Nadia diam. "Itu katanya cara kita menghargai lawan bicara kita..." Sambungnya lagi, sesekali tangan dan matanya bekerja sama untuk membidik sesuatu dengan sempurna di sela-sela kalimatnya. Lama Yoga berbicara sampai ia menyadari bahwa lawan bicaranya sama sekali tidak mengindahkan kalimatnya, ia malah tetap sibuk dengan bukunya.
"Nad...lu dengerin gue ngomong gak sih??" Amuk Yoga mulai kesal.
"Berisik" tukas Nadia datar.
Yoga mulai kehabisan akal untuk membuat gadis manis didepannya ini mau berbicara dengannya.
"Baca apaan sih??" Yoga akhirnya memutuskan untuk bertanya, fikirnya apa hebatnya buku yang dipegang Nadia di bandingkan dengan dirinya yang super tampan. Namun ia sempat dibuat kaget ketika Nadia tiba-tiba menutup bukunya (lagi) dengan sedikit geram
"Lu tuh berisik yee" Nadia mulai kesal, tanpa sadar matanya tertuju pada hasil bidikan Yoga dari cameranya "itu elu yang moto?" Tanyanya to the point.
"Ha'..??" Yoga masih terperangah kaget "ohh ini, iyah barusan haha..kenapa?" Tanya nya lagi.
"Coba sini gue liat" Nadia menarik camera Yoga tanpa seizin pemiliknya, melihat-lihat hasil bidikan Yoga "motret yang baik tuh bukan gini, tapi kayak gini.." Nadia membuka kacamatanya, ia mulai mendekatkan fokus kamera kematanya, mencari objek dan...

'Jepreeeettt'

Satu bidikan Nadia "nah kan?? Coba deh liat" Nadia kembali menyodorkan camera ke sang empunya
"waaaww...pas banget, gue gak pernah ngebidik pas kyak gini, fokus, lu belajar dari mtana??" Pujian Yoga mengalir tanpa henti.
Dan tanpa sadar Nadia menyadari 1 hal, ia tak boleh kembali ke dunia foto "gue iseng aja, gue balik deh" Nadia melengos pergi meninggalkan Yoga.

***

Malam minggu, ketika malam ini menjadi moment sakral untuk yang berpacaran, ini malah menjadi hal yang paling membosankan bagi Nadia, mudah saja jika ia ingin keluar toh sore tadi Aland sang mantan kekasih sudah gencar mengajaknya jalan, tapi ia lebih memilih berdiam diri dirumah, menonton kaset-kaser DVD yang sudah disewa 2 hari sebelumnya. Nadia tinggal bersama mbok maryam yang sudah turut ikut merawatnya sejak kecil, ayah bundanya terlalu sibuk dengan bisnisnya yang berjibun, kadang-kadang dalam seminggu ia malah tak sempat bertemu dengan mereka. Beberapa bungkus cemilan dan sebotol coca cola, remote tv dan kaset-kaset yang berserakan, cukup menemani Nadia malam itu. Namun entah kenapa, suara yang jarang terdengar kini malah bunyi di malam ini, yah suara bel. Nampak mbok Maryam telah membuka pintu dan kembali masuk ke dalam.
"Non..ada tamu"
"Siapa mbok? Tamu papah? Papanya ga ada tuh" tukas Nadia tanpa berpaling dari tv nya.
"Bukan Non, tamu buat Non Nadia" jawab Mbok Maryam dengan sopan.
Pause, Nadia berbalik kebelakang sejenak
"Ohh saya? Ya udah makasih yah mbok, bikinin minum sekalian" Nadia beranjak menemui tamunya yang tidak diundang.

Ruang tamu...
"Loh..elo???" Nadia terperanjat kaget, ketika mengetahui seseorang yang duduk diruang tamu rumahnya adalah Yoga si photographer amatiran "ngapain nangkring disini? Rumah gue bukan taman. Lagian tau rumah gue darimana lagi?"
"Selamat malam...haha..woles aja kali Nad, jangan bodoh, yang nongkrong di taman depan kan cuman orang-orang yang punya rumah di sekitar kompleks sini, jadi gue tau dong, eh kacamata lo mana??" Tanya Yoga blak-blakan, Nadiapun tak mampu menyembunyikan kegugupannya, bukannya kacamata itu untuk membantu dia melihat? Kenapa malah sekarang tidak ia kenakan "ee..anu, itu gue simpan di dalam, lo ngapain sih kesini?" Nadia spontan tak ingin membahasnya
"Lo udah makan? Gue laper, temenin makan yuk" ajakan Yoga membuyarkan lamunan Nadia karna hadir tanpa izin diruang tamunya.
"Gu..gue udah makan sih barusan, gue lagi nonton"
"Film?? Wahh..asyik tuh, gabung boleh dong" Yoga menyindir kecil sembari terkekeh
"Emm..boleh sih.." Nadia menimbang-nimbang jawabannya "tapi bukannya lo lapar?? Alibi banget kerumah gue, ya udah masuk, mbak juga udah terlanjur bikinin minum, kalo tau elo yang dateng gak bakal deh" Yoga tersenyum sembari mengikuti Nadia keruang tengah.

***

Sejak saat itu Nadia dan Yoga pun semakin akrab, ada kalanya Nadia kebablasan dengan hobby nya dan mulai melupakan kebiasaan sore dengan bukunya, yah semua karna Yoga.
"Nad...gue seneng deh, akhirnya gue bisa akrab sama lo, lo ta..." Yoga berpaling kearah Nadia yang kini tengah tertidur pulas di jok sebelah, Yoga pun tersenyum, 'kalo tidur cakep juga' batinnya.
Sesampainya dirumah, Yoga merasa tak enak jika harus membangunkan Nadia dan biarkan Nadia masuk sendirian, setelah mendapat izin dari mbak Maryam, Yoga pun menggendong Nadia dari mobil menuju kamarnya.
"Buset,,berat amat nih anak, makan apaan sih?" Rutuknya asal.
Setelah membuka pintu kamar, perlahan Yoga membantu Nadia berbaring dengan sempurna, karena lelapnya Nadia tak juga menyadari dirinya kini telah berada di kamarnya berkat bantuan Yoga. Setelah meluruskan tulang belakangnya, mata Yoga dimanjakan dengan ornamen kamar Nadia berhiaskan kamera-kamera yang berjejer rapi, Yoga terperangah melihat koleksi kamera Nadia yang mengalahkan koleksinya.

***

"Yoga....besok bokap nyokap gue balik dong dari Hongkong, ahh akhirnya. Lu gue kenalin deh, besok maen kerumah gue yahh" mata Nadia berbinar-binar penuh harap, ia terlalu merindukan orang tuanya yang super sibuk.
"Okeeyy.." Yoga menjawab acuh tak acuh tanpa berpaling dari bacaannya.
"Baca apaan sih Ga?? Serius amat..kenapa jadi elu yang doyan baca?? Kamera lo mana??" Kini Nadia yang semangat mengganggu konsentrasi Yoga.
"Beuhh...lu tuh berisik yee.." Yoga menutup bukunya dengan geram membuat Nadia sedikit kaget dan ekspresi takutnya tak bisa ia sembunyikan.
"Hahahahaahaaa...kenapa?? Gue kejam?? Dulu lo tuh kayak ini, flat, no ekspresi, setengah mati banget gue deketin lu" Yoga tertawa tanpa henti, ekspresi takut Nadia berubah jadi kesal.
"Ikut gue yuk Nad.." Yoga menarik tangan Nadia, membawanya masuk ke mobilnya, melaju kencang.

***

"Ini rumah gue, bokap nyokap juga hobby keluar kota untuk urusan bisnis, jadi gak ada sesiapapun disini kecuali gue sama pembantu gue, sama kan kayak lo?" Jelas Yoga panjang lebar.
Nadia menerawang rumah Yoga, menimbang-nimbang kata-kata Yoga barusan, bahwa ia dan Yoga adalah dua orang yang bernasib sama. Tapi tidak, Yoga benar anak tunggal, sementara dirinya, ia seharusnya punya adik.
"Woyy...malah bengong..!!" Yoga lagi-lagi membuyarkan lamunannya. "Ikut gue yukk" kembali tangan Nadia dituntun Yoga untuk mengikutinya, satu, dua, tiga anak tangga hingga mereka berdua sampai dilantai dua, Yoga membuka pintu salah satu ruangan yang gelap gulita.
"Gelap amat Ga, ini ruangan apa?? nyalain lampunya!" Perintah Nadia.
Namun, bukan malah menuruti, Yoga malah menutup pintu. Membuat cahaya dari luar terhalang, dan semakin gelap saja, suasana berubah seram, Nadia mulai takut.
"Ga, jangan becanda, lu apa-apaan sih Ga??" Nadia gelagapan melihat siluet Yoga mendekatinya meski dirinya terus mengambil langkah mundur.

'Bruk'

Tubuh Nadia mentok kedinding, praktis ia tak bisa berbuat apa-apa lagi.
"Pliss jangan kayak gini Ga" Nadia setengah memohon, entah apa yang akan dilakukan Yoga terhadapnya, yang jelas saat ini ia nyaris ketakutan. Yoga mengangkat kedua tangannya hingga menyentuh dinding, membatasi gerak Nadia.
"Gue mau lo nyadarin sesuatu" hanya kata itu yang keluar dari Yoga.

'Klik'

Yoga menyalakan lampu yang berada disisi kepala Nadia bersandar.
Seketika ruangan yang gelap gulita, tersihir menjadi studio poster dan foto, yang sengaja dihias bernuansa mewah oleh pemiliknya.
Ruangan ini, ruangan khusus tempat dimana Yoga mengagumi seorang Nadia sejak beberapa tahun Nadia berkarir dalam dunia photography, semua hasil jepretan Nadia, foto-foto Nadia, Nadia yang menjadi cover majalah, bahkan majalah yang mengcover dirinya, semua ada dalam ruangan itu, tertata rapi berhiaskan lampu bak pameran lukisan.
Nadia terdiam, terpukau lebih tepatnya, ia tak menyadari hasil karya nya di hargai sampai sebegininya oleh orang yang semula dianggapnya sebagai 'photographer amatiran'. Dari awal Yoga tau bahwa dirinya adalah seorang photographer. Matanya terus menerawang, menelanjangi sudut ruangan yang hanya terisi oleh gambar wajah dan hasil jepretannya, bahkan berita yang berisi ajuan permohonan berhentinya sebagai photographer pun juga ada menghiasi ruangan itu.
"Gue rasa, ini gak perlu lagi, sorry yaa" tanpa seizin pemiliknya, Yoga melepas kacamata yang senantiasa menggantung dihidung mancung Nadia. "Gue tau semua tentang lo Nad, bahkan yang gue gak tau pun, gue rela cari tau sampe akhirnya gue jadi tau, lo gak perlu kayak gini, ini bukan cara yang tepat buat ngelupain penyebab ade lo kecelakaan, lo liat ini semua, mungkin gue adalah 1 diantara beberapa orang yang juga melakukan hal yang sama untuk apa yang udah lo lakuin, karya lo sempat buat banyak orang bangga Nad, mungkin termasuk ade lo, tapi tiba-tiba lo ambil keputusan buat berhenti di tengah jalan dan menjadi orang lain, menurut gue sih lo pengecut" Yoga berhenti sejenak, membiarkan Nadia merenungi kalimatnya, menjelajahi segala yang tertata disana, sesekali bulir airmatanya jatuh, entah apa yang ada dalam fikiran Nadia, Yoga hanya berusaha untuk membuatnya kembali seperti dulu.
Lama terjadi pause antara mereka, lama Nadia berkutat dalam diamnya.
"Gue tau gue salah" kalimat pertama yang keluar dari bibir Nadia "thanks ya Ga, lo udah nyadarin gue banyak hal, gue sebenernya cuman butuh ini, butuh di support, bokap nyokap gue gak pernah ada buat gue, tapi tuhan justru ngirim cowok gila kayak lo buat gue and I will try do the best again, thanks yah fans,,karyanya bagus banget" Nadia menghambur pelukan ke Yoga, entah bagaimana perasaannya sekarang ke Yoga, entah bagaimana dia dan Yoga kedepannya nanti, yang jelas sekarang dirinya nyaman ada di pelukan Yoga.

*The-End*

Komentar

Postingan Populer