*SIHA*

Kembali ditatap kalender kamarnya, 3 hari lagi beasiswa S2 UGM di Yogyakarta menantinya, ada hal yang begitu mengganggunya. Ada seseorang yang entah akan menangisi kepergiannya atau tidak, yah ia benar enggan untuk meninggalkannya, takut seseorang itu akan berpaling darinya, ia takut tak bisa membahagiakan orang itu, namun tiket pesawat sudah tergenggam manis ditangannya dan impian dari dulu untuk menggelar S2 sudah cukup membuatnya tak bisa memilih dan tetap harus pergi, ia harus pergi, mendapatkan apa yang diharapkan sejak dulu, dan kembali kesini untuk memenangkan hati seseorang yang kini fotonya telah terpajang manis di sisi tempat tidurnya. Ia kembali tersenyum menatapnya ‘gue pasti kembali untuk kamu Najla’ Ian membatin mencoba meyakinkan dirinya sendiri dan yah seseorang itu adalah Najla, seseorang yang belakangan mengisi hidupnya, seseorang yang telah berhasil mencuri posisi tempat terindah disisi tempat tidurnya, seseorang yang menjadi alasan Ian untuk cepat pulang ketika ia berangkat nanti.
***
“gue pergi yaahhh..take care lo disini, bae-bae” petuah Ian sembari mengusap pelan kepala Najla. Pelan tapi pasti riuh ramai suasana ruang tunggu Bandar Udara tak bisa menutupi kegalauan tersendiri dalam hati Najla.
“Apa gak bisa lo ga usah pergi yan?? Kita bisa ketemu lagi gak yahh?? Jogja jauh amat” rajuk Najla setengah memohon, berat juga bagi dirinya melepas Ian, orang yang selama ini telah mencurahkan penuh perhatian untuknya, Ian tersenyum manis mendengarnya.
“ga usah lebay..kata siapa jauh?? Deket kali, 45 menit ini” papar Ian mencoba menenangkan, mencoba meyakinkan gadis yang berperawakan manis didepannya kalau perginya hanya sebentar “gue pasti balik kok dee” Ian menutup kalimatnya dengan kalimat yang benar-benar membuat Najla yakin bahwa Ian akan pulang untuk dirinya, Najla pun mengangguk “sering-sering kabarin, hati-hati lo” ia akhirnya mencoba berbesar hati melepas Ian untuk sementara waktu.

***
Seminggu, dua minggu bahkan berminggu-minggu. Ian benar-benar telah jauh dari Najla, kehidupan barunya di Jogja, benar-benar membuat Ian lupa dengan bagaimanakah Najla yang sekarang setelah ia meninggalkannya, Jogja memang benar-benar berbeda dari kota tempat dimana sebelumnya Ian meraih gelar S1 nya, tak pelak cewek-cewek cantik nan manis pun bertebaran disana, dan tentu saja yang lebih dari Najla, banyak.
“Ian, udah siap?” sapa manis seorang wanita yang kini juga menjadi teman baiknya di Jogja, bisa dibilang ini adalah Najla wanna be, namanya Dea, parasnya nyata lebih cantik dari Najla, rambutnya tertutup rapi dengan anggunnya jilbab di kepalanya.
‘iya nih, yukk” jawab Ian sekenanya. Sudah hampir 2 bulan Ian dan Dea dekat, bahkan teman-teman sekelas mereka menganggap mereka telah berpacaran, memang benar, siapapun yang melihat mereka pasti akan mengira hal yang sama, betapa tidak, Dea yang begitu perhatian kepada Ian, begitupun sebaliknya, Ian yang rela mati-matian menjaga Dea dirumah sakit berhari-hari ketika Dea sempat drop dan harus menjalani opname dirumah sakit.
“mau makan apa Ian?” tawar Dea ketika mereka telah sampai disalah satu meja kantin kampusnya “seperti biasa?” lanjutnya lagi. “iyaaa” timpal Ian tak berpaling dari bukunya. “gak usah sekutu buku itu juga kali, makan dulu napa” goda Dea sedikit menyinggung Ian yang tak habis tatapan dengan bukunya, Ian pun tersenyum kecil sembari menutup bukunya “gue harus selesai cepat De’, ada janji yang harus gue tepatin” jelas Ian mantap “oh yaa?? Apa?” balas Dea penasaran “kepooo dehh,,makan gih hahaaa” dan Dea pun manyun.
Memang benar, Ian dan Dea sudah terlampau lama saling akrab, dan entah apa pula hubungan mereka sekarang, perhatian satu sama lain, lebih dari sahabat, namun mereka juga tak pacaran, Ian sama sekali tak pernah mengutarakan perasaannya, Ta’aruf kah? Lalu bagaimana dengan Najla?
***
“Halo yan” sapa halus seseorang di seberang sana, Najla.
“halo dee, gimana kabar lo?? Sehat??” seperti biasa Ian tak pernah absen dengan pertanyaan ‘sehat?’ bahkan ketika saat mereka masih sering bersama dan Najla makan dengan lahapnya, Ian juga mengatakan hal yang sama.
“sehat lahh,,lu apa kabar? Gak ada rencana balik?? Udah mau lebaran nih, silaturahmi sini sama gue, banyak dosa lu” rutuk Najla panjang lebar.
“lu kangen kan sama gue hahaa..alibi doang silaturahmi, kita mah seminggu sekali juga silaturahmi kali. Gue gak balik deh kayaknya dee, urusan gue banyak disini.” Terdengar Ian terbata-bata menjelaskan alasan kenapa ia tak bisa pulang dan terdengar pula seseorang disana bungkam dengan penjelasannya barusan, tak elak Ian larut dalam rasa bersalahnya, merasa ia terlalu salah membiarkan Najla menunggu terlalu lama, dan ketika berkali-kali Najla meminta dirinya untuk pulang, ia selalu menolak dengan alasan urusan yang banyak. Lama Ian mematung sembari telepon genggam yang masih menempel ditelinganya, sampai ia tersadar bahwa Dea telah datang dengan dua gelas es jeruk dan beberapa cemilan. Yah Ian tengah berada dirumah Dea, tugas-tugas kuliah yang berjibun mengharuskan mereka untuk bekerja bersama bahkan sampai larut malam.
“ehh dee, udah dulu yah, sibuk banget nih, ntar gue telepon lagi, bay…assalamualaikum” ditutupnya telepon tanpa mendengar jawaban salam dari orang yang diteleponnya.
“siapa Ian?” tanya Dea yang masih sibuk dengan laptopnya “ohh..temen kok, udah lanjut deh, tadi sampe mana??” tak berselang lama Ian turut larut bersama Dea dalam setumpuk tugas dengan deadline yang tidak main-main. Lama mereka terpaku didepan laptop masing-masing, beradu pendapat hingga mendapat jawaban yang tepat. Diliriknya jam yang kini sudah menunjukkan pukul 22.35, kembali dilirik Dea yang ternyata sudah lebih dulu terlelap depan laptopnya, Ian tersenyum kecil, kembali ingatannya terbang pada Najla, dan menyadari bagaimana kejamnya dia yang lantas mematikan telepon tanpa menunggu jawaban salam dari Najla, tak berasa sudah 5 bulan ia berada di Jogja dan tak sekalipun ia pulang menemui Najla walau hanya beberapa hari, ia yang kini telah jarang menghubungi Najla, dan apa yang menyebabkan ia mematikan telepon Najla ketika Dea datang? Dan mengapa seolah dirinya tak ingin membahas Najla di depan Dea?
Ian menyadari satu hal, ia telah merasa hari ini dia telah keterlaluan, matanya awas mencari android putihnya, yang ternyata terselip di balik sofa, satu pesan yang dikirim sejak 3 jam yang lalu, pesan dari orang 3 jam yang lalu diteleponnya
>NajlaWillyAnanta<
Gue gak tau, lu beneran jauh ato hanya gue yang ngerasa. Awalnya gue percaya kata-kata lu yang bilang kalo Jogja itu deket. Tapi setelah sekarang, bahkan ketika lu ada di depan gue, gue rasa lu udah jauh banget dari gue.
Hanya itu, satu pesan yang cukup mampu mengiris rasa bersalah Ian. Disampingnya masih ada Dea yang sudah lelap dalam mimpinya. Kembali Ian bergegas merapikan barang-barangnya, kemudian meminta izin pulang pada orang tua Dea.
~~~
Dirumah…….
‘tuuuttt….tuuuttt…’ suara panggilan yang belum juga diangkat sang pemilik handphone.
Ian putus asa, kejadian tadi benar-benar menguak rasa bersalah nya, dilirik jam dan benar sudah tengah malam, Najla pun pasti sudah lelap dalam tidurnya, dengan putus asa, dikirim satu pesan..
‘maaf yahh dee, tadi gue sibuk banget ngurusin tugas!! Jangan ngambek lahh’
Send….
***
Cuaca dingin yang masih serasa menusuk tulang, tak menghalangi cahaya matahari yang kini telah menelusup masuk ke zona nyaman seorang Ian Zailani Fatahilah, dari balik selimut tebalnya, didapati android putihnya dan satu pesan menjadi hadiah nya di pagi ini
>NajlaWillyAnanta<
Syelamaatt pagehhhh calon rektor….hahaaa..santai aja lagi, gue udah gak ngambek kok. Semalam itu shock therapy buat lo, biar gak belagu :p wake up woyy jangan kelamaan di zona nyaman
Sms singkat Najla membakar semangat Ian pagi itu, dikibaskan selimut tebalnya dan bergegas mandi, tentunya setelah membalas sms Najla.
***
07 July 2015…
Satu tahun sudah Ian mengendap di Jogja, waktu yang cukup lama baginya tak bertemu dengan orang-orang yang dikasihinya termasuk orang tuanya. Kembali Ian disibukkan dengan kegiatan merapikan buku yang semalam berantakan pasca di obrak abrik bersama Dea, meskipun ia tau 07 July itu adalah hari lahirnya, tapi satu hal lagi yang mesti ia tau ia sekarang berada di Jogja, kota yang mungkin hanya dirinya dan tuhan yang tau perihal ulang tahunnya, disunggingkan senyum kecilnya sembari mengangkat satu persatu buku ke rak bukunya bersamaan dengan itu, android putih yang tergeletak diatas karpetpun bergetar, dihentikan sejenak aktivitasnya dan meraih ponselnya
>NajlaWillyAnanta<
Wilujeng Tepang Taun anak Jogja..semoga doa terbaik hari ini, amin. Cepet pulang lu….
Ian tersenyum lebar membaca sms singkat dari seseorang yang hingga detik ini tak tergantikan oleh sesiapapun, termasuk Dea. Bersamaan dengan itu aktivitas paginya dikacaukan dengan ketukan pintu, kembali Ian bergegas membuka pintunya
“selamat pagi mas, ada kiriman untuk anda” sapa dari seorang kurir ekspedisi. Ada kesan heran yang tak bisa disembunyikan Ian dari wajahnya, melihat bentuk kiriman yang menjadi hiasan tangan sang kurir, sebuah kotak tak terlalu besar berwarna hitam garang menjadi hadiah pertama diulang tahunnya yang ke 22
“ini apa yah mas? Bom? Gak ada alamat pengirimnya” polos Ian, sontak membuat sang kurir tertawa.
“wah..ga tau mas, saya tugasnya cuma ngantar aja” jawab sang kurir dengan sopannya “silahkan tanda tangan dulu disini mas” lanjutnya kemudian sembari menunjukkan tempat dimana Ian harus tanda tangan “terima kasih mas, ini kirimannya” lanjutnya lagi.
Ian menerima kirimannya dengan hati-hati, ada rasa ragu dipagi ini menerima barang dengan bentuk yang sedikit aneh namun cukup menguak rasa penasarannya. Didudukkannya kiriman itu diatas meja, tak ada nama pengirim disitu selain nama jelas dan alamat lengkapnya yang mengisyaratkan bahwa memang benar kiriman ini ditujukan untuknya, tak ada goresan nama pengirim selain bekas kertas ekspedisi yang telah disobek oleh kurir tadi. Lama Ian mematung didepan kotak misterius itu, mungkinkah itu bom? Batinnya. Sejenak Ian melupakan kegiatan beres-beresnya, matanya tetap awas fokus kepada kotak hitam itu, takut-takut jika kotaknya bergerak dan sosok alien keluar didalamnya. Namun 20 menit berlalu, kotak itu tetap diam. Dan Ian memutuskan untuk membukanya, disobeknya beberapa bungkus karton yang membungkus isi sebenarnya kotak itu, dan betapa kaget dan leganya Ian begitu tau, isi dalam kotak itu hanya selembar baju, baju koko berwarna putih dengan hiasan border didadanya. Ian tak menyangka, siapa seseorang yang mengirimkan baju koko dengan kotak segarang itu, kembali dilihat isi kotak tersebut, secari kertas kecil ternyata ikut ada bersama kotak itu, diambil dan di bacanya..
‘Happy Birthday Ian Zailani Fatahilah, calon S2..pas gak bajunya?? Ato sekarang lo kegemukan?? Wah parah..gue ambilin ukuran gede tuh, moga pas yahh..
Najla’
Cepat-cepat Ian meraih ponselnya, menekan beberapa digit angka yang telah ia hafal diluar kepala
“Assalamualaikum..” sapa manis seseorang di seberang sana
“walaikumsalam, thanks yaa kadonya dee, bungkusnya garang banget, gue sampe ngira itu bom buku buat gue. Gue jadiin baju dinas sholat jumat gue yaa” cerocos Ian tanpa henti
“hahaa..pas gak lu??”
“pas kok dee, dan gue suka warnanya, makasih yahh”
“siippp..Selamat ulang tahun yaa..ehh Ian udah dulu yaa, gue ada kerjaan nih, ntar malam lu nelpon lagi, key?? Bay assalamualaikum”
“walaikumsalam dee”
***
Sejak pasca kejadian ulang tahun itu, pelan tapi pasti sosok Najla menghilang dari Ian. Tak ada lagi sms tanya kabar, tak ada lagi telepon dari Najla, chatting Ian untuk Najla di berbagai SOsial Media pun tak mendapat jawaban, hal itu memancing rasa penasaran Ian, kurang lebih 10 bulan Najla tak ada kabar, Ian pun tak bisa sesegera menemuinya, mengingat kuliahnya yang tak bisa ditinggal.
Dan tepat di hari ini, Ian telah berhasil menggelar S2 nya, ia telah menyelesaikan studinya, betapa tidak kerja kerasnya telah membuahkan hasil dalam 2 tahun terakhir ini, ia akan segera meninggalkan Jogja, meninggalkan Dea, orang yang kurang lebih 2 tahun ini menemaninya hingga mereka berdua sarjana, orang yang sempat menyatakan cinta dan ditolak oleh Ian, orang yang kini kembali tengah berada disampingnya, ikut membantu Ian merapikan barang-barangnya, mengemasi rumah yang akan ia tinggalkan. Ada perasaan sedih dari Dea ketika melepasnya, Ian seperti melihat reinkarnasi kejadiannya bersama Najla. “jangan cengeng woo, udah S2 ini” celetuk Ian berhasil menghadirkan senyum manis di bibir Dea.
***
19.00 WITA
Ian telah berada diruang tamu rumah Najla, kedatangannya berharap menjadi kejutan manis buat Najla, namun orang yang ditunggunya ternyata belum nampak sejak tadi. Yah Najla kini sudah bekerja di salah satu Bank disini, dan tidak heran jam 7 malam, Najla masih belum Nampak dirumah. Semenit, dua menit dan setengah jam pun berlalu. Yang ditunggu pun akhirnya datang.
Dengan anggun, Najla kini telah berhijab, rok panjangnya dan high heels nya cukup membuat Najla yang dulu tampak kekanak-kanakan kini terkesan elegan, wajahnya yang lusuh akibat seharian beraktivitasnya tak mengurangi cantiknya.
“assalamua….Ian??” takjub Najla ketika melihat Ian duduk manis diruang tamunya.
“walaikumsalam,,,widddihh..ibu Bank, cantik amat neng” canda kecil Ian cukup bisa mencairkan suasana.
***
“gue gak bisa yan..” suara kecil Najla memecah keheningan.
“kenapa?? Najla hari ini gue balik buat lo, kenapa setahun terakhir ini lo gak ada kabar?? Gue nyariin lo tau ga, lu kenapa sih?? Berubah gini. Gue tau lo sibuk, tapi bukan berarti dalam 24 jam lo kerja terus kan?” hujan pertanyaan mulai terlontar dari bibir Ian, dan nyaris membuat Najla bungkam “lo kenapa sih??” lanjutnya.
“yan..ada sesuatu yang lo gak tau dari gue, ada sesuatu yang terjadi selama lo di Jogja. Lo gak tau apa-apa tentang gue, lo bukan bagian dari gue lagi, gue gak pantes buat lo..” Najla meninggikan suaranya, menekankan bahwa ia tak pantas lgi untuk Ian dan kemudian berdiri hendak meninggalkannya, namun tangan besar Ian cukup mampu untuk membuatnya kembali duduk disamping Ian.
“maksud lo?? Apa yang terjadi?? Certain ke gue” setengah memaksa Ian mencoba membuat Najla bicara.
Najla terdiam cukup lama, hingga sempat membuat Ian putus asa memaksanya, mungkin benar, Najla bukan jodoh Ian.
“I’m Not Virgin yan” singkat, itu yang keluar dari bibir mungil Najla.
Bagai di tampar berkali-kali, Ian seperti tak percaya Najla baru saja mengatakan bahwa dirinya sudah tidak perawan lagi bersamaan dengan itu air mata Najla jatuh tanpa henti, ia menangis sejadi-jadinya didepan Ian, ada sepercik rasa penyesalan yang terjadi.
“itu sebabnya gue menghilang, itu sebabnya gue gak pernah lagi mencoba untuk tetap ikut dalam bagian hidup lo, gue ngerasa gak pantes yan, gue huhuuu..” sesenggukan Najla mencoba menjelaskan, berharap Ian mengerti posisinya, bahkan dengan kemungkinan terburuk, Najla siap jika Ian meninggalkannya.
Gantian, kini kembali Ian yang bungkam, bahkan lebih lama dari Najla. Jadi itu sebabnya Najla tak menghubunginya? Jadi karna itu?
“gue gak masalah dee” Ian akhirnya bicara, dengan satu kalimat yang membuat Najla tersentak.
“maksud lo??” masih dengan buliran air matanya.
“yaa..ga masalah, gue udah terlanjur nyaman sama lo dee, lo mau gimana dimasa lalu, gue hanya tau lo yang sebelum gue berangkat, sama lo yang sekarang. Gue gak peduli siapapun cowo itu dee, masa lalu lo kan?? Kita semua punya masa lalu. Gue hari ini pulang buat lo dee, gue tepatin janji gue di bandara 2 tahun lalu. Dan setelah gue bilang kayak ini, lo masih mau nolak gue, udah cakep gini juga” manyun Ian yang cukup bisa menghadirkan tawa kecil dari Najla, Ian pun mengusap lembut kepala Najla yang kini tertutup dengan hijab manisnya.
“makasih yaa yan, maafin gue” pelukan kecil menenangkan dihamburkan Najla ke Ian.
The-end

Komentar

Postingan Populer