Me, My Parents and My Child


"Ngeaaa...ngeaaaa"
Itu adalah tangisan bayi pertamaku, namanya Vino Derian Putra. Dan aku sendiri adalah Citra Irniati Naba, aku menikah dengan seorang pria mapan diusia muda bernama Irsyad Langit Pratama. Dan ini adalah kisahku, suamiku dan putra pertamaku, check it out.
Sebelumnya ketika Icad, itu adalah panggilan kesayanganku untuk suamiku, memintaku untuk menjadi istrinya, saat itu usiaku masih 20 tahun, terlampau masih muda untuk memulai sebuah bahtera rumah tangga, akupun masih tidak begitu yakin dengan permintaan Icad, begitu pula dengan jawabanku atas permintaannya, namun Icad meyakinkanku, bahwa semua akan lebih indah ketika kita memiliki anak dengan usia kita yang masih muda, lagi pula diumur yang masih muda, Icad bisa dibilang telah mapan dalam hal materi, maka jadilah, aku dengannya menjadi sepasang suami istri, diusia kami yang terlampau muda, 20 tahun. Memang benar, telah kulalui hari berdua dengan Icad dengan apik, seperti serasa berpacaran, namun bedanya kami telah tinggal serumah, Icad memaklumiku, aku yang belum terlalu mahir bergelut di dapur, maka ketika dirinya libur, aku dan dia selalu berlomba memasak, dan jika pun hasilnya tidak seperti yang diharapkan, pilihan satu-satunya adalah Delivery. That's my life. Setahun setelah kami menikah, kami menikmati itu seperti layaknya orang yang masih berpacaran..
Tahun kedua, aku mulai merasakan gejala-gejala aneh, sesuatu yang tidak biasa aku rasakan, aku merasakan morning sickness, aku mulai merasakan lelah yang berlebihan, bahkan karna itu, ibu atau ibu mertuaku bergantian menjengukku ketika Icad sedang berkantor, dan bisa diambil kesimpulan bahwa aku telah hamil, aku juga mulai merasakan mengidam yang berlebihan, bahkan sesekali aku iseng mengerjai Icad, dengan meminta yang macam-macam. Jika sedang berdua, aku bahkan sering memintanya memakai dasterku hihii dan dia dengan polosnya mengikuti mauku tanpa berfikir bahwa aku sedang mengerjainya, meminta makanan yang datangnya jauh seperti empek-empek Palembang yang benar-benar dari Palembang. Dia sampai kerepotan menghubungi rekan kerjanya yang perjalanan dinas ke Palembang demi empek-empek untukku. You're my everything Icad :*
Dan sekarang, ketika Vino lahir. Hal yang seharusnya jadi kebahagiaan sempurna bagi kami, justru malah berbanding terbalik, harusnya kami mensyukuri, tapi karna usia kami yang terpaut masih muda, susah kami bagi kami untuk merawat Vino dengan berdua saja, tak jarang pertengkaran yang terjadi.
"Ngeaaa...ngeaaa" suara Vino (lagi)
"Tet..itu Vino nangis, kenapa lagi??" Icad memanggilku 'bantet', panggilan yang tepat untukku sejak Vino lahir dan badanku mendadak mengembang, kala itu ia sedang membetulkan tanaman mawarku yang potnya pecah sementara aku sedang kerepotan membuatkan Vino bubur, rumahku tak beraturan lagi, aku kesulitan membagi kerjaan, apalagi disaat Icad kekantor. Aku datang menghampiri Icad.
"kita ga bisa kayak gini, kita harus sewa baby sitter, coba deh liat rumah, berantakan parah" kataku setengah memohon kepada Icad, aku sudah hampir menyerah, kulirik Vino sejenak, bayi mungil yang benar-benar mewarisi wajah ayahnya, kudekati, kugendong, kuciumi, tak pelak aku larut sendiri dengan kebersamaan Vino "jangan cengeng dong Vino sayang, bunda ini masih kecil, belum jago buat ngerawat Vino" aku bercakap, berharap tuhan bisa mentranslate perkataanku dalam bahasa bayi biar Vino mengerti, Icad tersenyum kecil melihatku "Vino mana ngerti tet" ledeknya "sini biar aku yang gendong, aku udah cuci tangan kok" Icad mengambil Vino dari tanganku "anak jago..anak ayah nih, jangan rewel yah nak ...." hanya itu kata-kata yang mampu ku tangkap dari Icad selanjutnya Icad berjalan keluar sembari menggendong Vino.
Benar-benar kerepotan, itulah yang aku dan Icad rasakan pasca Vino berumur 1 sampai 2 tahun.
***
"Nda...nda..." Itu suara Vino, lagi-lagi suara Vino, dia memanggilku 'bunda' tentunya. Dia telah berumur 3 tahun, suara tangisannya jauh lebih stereo ketika dia masih bayi, dia sudah mahir minta susu, kelakuannya juga. Icad begitu memanjakan Vino, segala yang Vino minta selagi masih bisa dipenuhi olehnya, Icad tak pernah menolak, itulah sebabnya Vino jadi agak sedikit bandel dan susah diatur.
Dengan Vino yang bertambah besar, aku dan Icad pun sama, kini usiaku sudah 25 tahun dan Icad berusia 27 tahun, masih muda bukan? Maka tak jarang ketika aku, Icad dan Vino menghabiskan waktu liburan ke mall atau ketika kami sedang berbelanja kebutuhan rumah tangga atau sedang berlibur dirumah orang tua kami, orang-orang selalu melihat kami seperti bersaudara, aku sampai tak berhenti tertawa jika harus mengingat moment itu. Bahkan pernah, kami disangka MBA (Married By Accident), itu benar-benar menyulut emosi Icad, keputusan untuk menikah muda bagi kami bukan karena itu, tapi karena kami menginginkan anak kami tumbuh dan berkembang disaat kami masih muda. Seperti sekarang.
***
Terus, terus dan terus tumbuh. Vino tumbuh menjadi anak laki-laki yang bisa dikatakan lumayan tampan. Aku sebagai ibu turut mengamati pertumbuhannya, dan aku bersyukur punya ibu mertua sebaik ibu kandungku sendiri, mereka kompak. Membiarkan ku kerepotan sendiri merawat Vino sejak bayi, mereka hanya sesekali menjenguk, mungkin disaat mereka rindu saja atau ketika Vino sakit, pernah suatu hari ketika Vino berumur 7 tahun, ia sakit, sampai ia harus dirawat sekitar 2 bulan di rumah sakit, tubuhnya kurus seperti anak yang kurang gizi, ia kesulitan mencerna makanan, berapa jarum suntik dan botol infus menusuk tubuhnya, Vino benar-benar terbaring lemah, sebagai seorang ibu aku merasa gagal menjaganya begitu pun dengan Icad, 2 bulan ia dirumah sakit, 2 bulan pula aku dan Icad terus menemaninya, orang tuaku dan Icad juga sama hingga saat Vino benar-benar dikatakan sembuh dan dibolehkan untuk pulang, hanya ada aku dan Icad disamping Vino, berjuang keras demi kesembuhannya, bisa dibilang Vino adalah anak satu-satu kami dan kami sangat menyayanginya. Baik orang tuaku maupun orang tua Icad tak pernah terlalu mencampuri urusan rumah tangga kami terlebih soal Vino, katanya biar aku dan Icad lebih mengerti karakter Vino.
***
Tanpa sadar, kini Vino telah lulus SMP. Ia sudah sebesar ayahnya, tak ku sangka badannya tumbuh secepat itu diusianya yang masih 15 tahun dan semakin tinggi, ia semakin mirip ayahnya. Dan Icad, ahh..aku sampai melupakannya, dia tetap tampan, dia tetap suamiku yang paling menawan bahkan sekarang ketika dia beranjak tua, janggutnya mulai tumbuh, badannya mulai kekar ia tak pernah pikun untuk hari spesial ketika kami menikah, setiap tahun selalu ada kejutan darinya dan kejutan tahun lalu ia dan Vino menyiapkan pesta kecil-kecilan dirumah, kalau dari bahasa Vino sih "happy annyversary", sederhana tapi itulah kebahagiaanku yang sebenarnya.
Vino tumbuh menjadi anak muda yang lumayan, lumayan tampan, lumayan gaul, lumayan alay juga, hihi. Dia mungkin sudah mengenal yang namanya cinta, pernah suatu ketika aku mendapati Icad memarahi Vino tanpa henti, bahkan Icad sampai mengancam untuk memberhentikan Vino dari les musiknya, padahal yang aku tau Icad adalah orang pertama yang mensupport Vino agar mau mengikuti les musik asuhan temannya. Dengan sedikit penasaran, ketika Vino pun beranjak kekamarnya dengan lesu, aku bertanya kenapa Icad sekasar itu dengan putra semata wayangnya, dan hanya 1 kalimat yang keluar dari bibirnya yang sontak membuatku tertawa
"Vino tuh mulai genit, dia masih anak-anak udah berani nyium-nyium pipi teman lesnya"
Memang benar, itu masih terlalu kecil untuk Vino, tapi mengingat aku dan Icad menikah diusia yang muda, hal itu justru membuatku tertawa setengah mati, aku dan Icad juga sempat manyun ketika dulu kami berdua dilarang pacaran. Sekarang aku mengerti, jadi orang tua yang baik itu tidak mudah. *elap keringat*
***
Hidup memang terlalu singkat, sesingkat kisahku. Baru saja aku berumur 20 tahun, baru saja aku mengenakan gaun pengantin dan menjadi ratu sehari karena dipersunting Icad, suami terbaik sejagad ibu kota dunia akhirat :p. Dan sekarang, aku berada di sisi kolam, mengandeng tangan Icad dengan balutan setelan jas lengkap, aku memakai kaftan mewah bernuansa gold terkesan elegan, tak lupa Vino, putraku yang paling tampan, ia juga sama dengan ayahnya berbalut setelan jas lengkap berwarna silver, hey..tapi tunggu, seseorang sedang menggandeng tangannya, itu Citra, hadeuh..begitu bodohnya Vino mencari calon istri yang namanya persis bundanya, Citra Ayudia Ariatma, gadis berperawakan Sunda-Medan kini dipersunting Vino, dan hari ini adalah resepsi pernikahan, pernikahan yang di susun casual namun elegan, aku seperti melihat reinkarnasi diriku dengan Icad. Singkat bukan?
***
Pasca pernikahan Vino dan Citra, rumah kembali sepi, Vino tentunya telah memiliki rumah sendiri bersama dengan istrinya. Sekarang, kembali hanya ada aku dan Icad, tidak ada lagi tangisan Vino kecil, rumah berantakan, kegiatan membuat bubur, suara panggilan 'bunda' atau 'ayah', kegiatan membuat susu, semua sepi, semua berbeda.
Ku tatap cerminku yang bertahun-tahun terpajang manis di kamarku, tidak ada lagi Citra muda yang seperti biasa, kini berganti dengan Citra yang kini mulai renta, ku tatap cermin sekali lagi, nampak sosok Icad di belakangku, ahh..lelaki ini, lelaki bodoh yang mengajariku arti penting sebuah kehidupan, aku tak pernah menyesal menyanggupi permintaannya untuk menikahiku lalu kemudian aku di buat repot olehnya ketika Vino lahir. Aku tak pernah menyesal mempercayainya, bahwa ketika kita masih muda dan punya anak itu sesuatu hal yang luar biasa. Aku mencintainya, mencintai kekonyolannya.
***
Ditutupnya laptop itu, laptop kepunyaan bunda dari Vino, air mata Vino sedikit jatuh di sela-sela bacaannya, ini adalah dongeng kecil untuk putrinya yang beranjak SMP malam ini, dongeng nyata asli dari sang nenek yang sangat inspiratif.
"Dan akhirnya, sang bunda pun bahagia, memiliki suami dan anak yang tampan selama hidupnya..sayang tidur yah, dongengnya besok lagi"
'CUP'
Dikecupnya pelipis sang putri yang kini sudah tertidur pulas.
*the-end*

Komentar

Postingan Populer